Workshop Habit of Obedience dan The Way of Will oleh Ellen Kristi bagian 1

Workshop ini sudah lama berlalu (bulan Nop 2019). Pas buka-buka file di laptop eh ketemu sama narasi di file word. kubaca lagi ya kok sayang narasi ini cuman dipendam dalam file yang sulit diakses. Nah, kumasukin blog aja. Sekaligus membangunkan blog yang sudah lama tertidur. Hahaha

Mengapa orangtua marah terhadap anak?

Rata-rata orangtua punya keyakinan yang sama bahwa marah-marah sama anak itu tidak baik. Apalagi diikuti dengan tindakan-tindakan yang bisa menyakiti anak seperti memaki, menyubit, memukul, membanting sesuatu dst. Tapi keyakinan tersebut sulit untuk dilakukan. "Ohhh rasanya gak mungkin lah aku gak marah sama anakku yg sekali dibilangin gak nurut. Tunggu melotot dulu mataku baru dia ngerti. Tunggu kuambil dulu sapu baru dia mandi. Tunggu kuancam dulu gak dikasi jajan baru dia mau membereskan mainannya." Ini kan yang sering terjadi?


Bisakah anak menurut tanpa dicereweti? Bisakah mereka patuh tanpa ancaman atau tanpa iming-iming hadiah? Alih-alih langsung memberikan cara-cara teknis, Mba Ellen terlebih dahulu menjelaskan apa yang membuat orangtua marah terhadap anak.

Marah, jengkel, cerewet terhadap anak terjadi karena ekspektasi orangtua tak sesuai dengan anak. Bahwa anak, seberapa kecil pun dia, dia adalah pribadi yang utuh. Punya hasrat dan pikirannya sendiri. Anak bukanlah robot yang programnya bisa diinstal sesuka ortu. Satu lagi, anak itu ya anak-anak. Pribadi yang belum dewasa. Belum memiliki pengendalian diri yang baik.
Maka sangat wajar jika seorang anak masih susah dibangunkan pagi-pagi, susah makan sayur, mandi sore suka mengulur-ngulur waktu (apalagi kalau lagi asyik main), merengek-rengek minta jajan, dst.

Sadari dan terima realitas itu

Tentu setiap orangtua ingin agar anak-anak dapat memenuhi ekspektasinya. Kita berharap agar anak dengan kesadarannya sendiri bangun pagi, mandi, belajar dst. Namun jalan untuk memenuhi harapan itu harus ditempuh lewat sebuah proses. Tahap pertama adalah menyadari dan menerima realitas bahwa anak adalah anak-anak dengan kendali diri yang masih lemah. Maka tugas orangtua adalah menjadi teman bagi anak untuk melatih dirinya agar memiliki kendali diri yang baik. Tujuan besarnya adalah anak atas kendalinya sendiri mampu memilih apa yang benar dan berhenti melakukan apa yang tidak benar meskipun itu hal yang disukai.

Poin penting yang perlu digarisbawahi adalah ATAS KENDALI SENDIRI MAMPU MEMILIH. Bukan atas iming-iming hadiah atau karena takut dihukum. Tapi oleh kesadarannya mampu memilih yang terbaik bagi dirinya sendiri. Anak yang tumbuh dengan kendali diri yang kuat akan memiliki karir yang lebih bagus, tubuh yang lebih sehat dan tentunya lebih bahagia.

Lalu bagaimana dengan anak yang sudah terlanjur punya kendali yang buruk? Apakah masih bisa diubah? Masih kah ada harapan? Ada. Jika beriman.

Namun iman saja tidak cukup. Harus diikuti dengan usaha. Usaha untuk membentuk kendali yg kuat pada diri anak yaitu lewat Habit Training.

image credit




Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason