Posts

Showing posts from 2020

Mother Culture Lebih Dari Sekedar Me Time

Aku besar di kampung jadi sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, mencuci, menyetrika dll dari usia SD hingga dewasa. Tapi aku belum pernah begitu rutinnya melakukan itu semua seorang diri selain ketika menjadi seorang ibu ditambah lagi mengurus anak tentunya. Hari-hariku kini diisi oleh kesibukan yang itu lagi itu lagi. Pekerjaan yang tak kunjung beres. Bukan..bukan..maksudku rumahku kini kinclong dan tertata rapi ala selebgram itu. Itulah, sudalah aku merasa sibuk senantiasa kondisi rumahku pun tak mantap-mantap kali. Hahaha. Sudah sewajarnya ibu-ibu yang mendedikasikan hidupnya sebagai ibu rumah tangga bahkan ibu bekerja pun yang juga harus mengemban tugas mengurus anak dan tugas domestik mendambakan adanya waktu luang sebentar saja dimana ia bebas melakukan apa yang ia sukai. Istilah zaman sekarang me time. Ini bisa dalam bentuk apa saja; nonton drakor, medsos-an, ke salon, hang out dengan teman, dsb. Intinya lepas dari anak-anak dan dari urusan sumur, kasur da

Belajar Akademis ala Charlotte Mason

Praktik Belajar ala CM  Setelah dua minggu berturut-turut belajar fondasi pendidikan akademis Charlotte Mason yakni pendidikan mandiri dan kurikulum yang kaya (narasinya kubikin di tulisan yang  ini  dan  ini ), tibalah bagi kami untuk merasakan sendiri gimana sih belajar ala CM itu. Cekceknya kami jadi muridnya dan Mbak Ayu jadi gurunya. Kelas dimulai dengan pembacaan puisi Yang Fana Adalah Waktu karya Sapardi Djoko Damono oleh Mbak Ayu. Lalu Mbak Ayu meminta salah seorang murid untuk membacakan lagi puisi yang sama. Puisi tak perlu dihafalkan, hanya diucapkan dengan penghayatan. Dalam satu term (triwulan) ditentukan satu tokoh yang karyanya akan dibacakan setiap hari belajar berulang-ulang. Selanjutnya Mbak Ayu membacakan paragraf demi paragraf dari buku The Story Book of Science, lalu meminta kami bergantian menarasikan secara lisan setiap paragrafnya. Setiap kali kami selesai menarasikan, komentar Mbak Ayu hanya singkat seperti "Mantap", "Keren". Tak ada k

Kurikulum Yang Kaya Demi Hidup Yang Penuh Makna

Aku lahir dan besar di sebuah desa kecil di Sumatera Utara. Selama masa sekolah aku menghirup atmosfer bahwa tinggal di kampung itu tidak keren, apalagi kalau pekerjaannya petani. Yang keren itu adalah jadi PNS, tinggal di kota besar dan pas mudik ke kampung bawa mobil. Aku masuk sekolah, mengerjakan PR, mengulangi pelajaran pas mau ujian, semua aktivitas itu digerakan oleh semangat agar kelak aku tidak tinggal di kampung dan bisa kerja di kantoran di kota besar. Sejak kecil aku juga sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan domestik rumah tangga. Mencuci pakaian dan perabotan ke sungai, cari kayu bakar dan sayur ke hutan, memasak, membersihkan rumah dll. Setelah urusan pekerjaan domestik beres, aku dan teman-teman secara mandiri bermain bersama di halaman rumah, sorenya aku menonton TV di rumah tetangga. Aku mengerjakannya dengan sukarela dan bertanggung jawab karena aku sadar bahwa beginilah hidup di kampung. Kelak, kalau aku "berhasil" di kota aku tak perlu lagi mengerjakan sem

Menapaki Jalan Mulia Pendidikan ala Charlotte Mason

Akhir-akhir ini aku mengikuti perbincangan di medsos tentang agama dan sains oleh beberapa tokoh yang saling sahut menyahut dengan tulisan yang panjang-panjang. Aku tak sepenuhnya mengerti tapi menikmati perdebatan tersebut. Setiap selesai membaca satu tulisan aku bergumam dalam hati, "mantap kali lah orang ini mau dan mampu memikirkan semua ini". Lewat tulisan-tulisan tersebut aku membaca banyak pemikiran-pemikiran dari nama-nama yang pastinya baru kali itu kedengar. Akhhhh, betapa luasnya pengetahuan dan betapa luar biasanya pikiran manusia. Sejak dahulu kala manusia terus berpikir, merenung, berefleksi, menganalisa dan merumuskan banyak hal tentang kehidupan. Ada yang bermanfaat namun tak sedikit pula yang membawa mudarat. Manusia dengan kemampuan berpikirnya bisa membuat kehidupan ini menjadi lebih baik namun bisa juga membuatnya bak neraka yang mengerikan. Memang begitulah seorang manusia, di dalam dirinya ada tersimpan potensi menjadi baik ataupun menjadi buruk. Kepada

Pendidikan Mandiri Lewat Narasi

Aku ingat dulu sewaktu sekolah ada namanya menceritakan ulang dengan kata-kata sendiri dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Biasanya yang diceritakan ulang itu cerpen atau dongeng yang terdapat dalam buku teks Bahasa Indonesia. Ternyata menceritakan ulang ini dalam Metode pendidikan Charlotte Mason disebut narasi. Namun, tugas menceritakan ulang jamanku sekolah sepertinya hanyalah kewajiban semata yang minim makna dan akhirnya terlupa begitu saja. Ini terjadi bisa saja karena ketidaktahuan mengapa dan apa perlunya menceritakan ulang suatu kisah dengan kata-kata sendiri. Saat ini, aku memang sedang mendalami salah satu metode pendidikan klasik yang diusung oleh Charlotte Mason (CM) dan ilmu yg masih segar di kepala karena baru ikut belajar online yaitu tentang Narasi. Sebelum ilmunya keburu menguap maka cepat-cepat ilmu tentang narasi ini kunarasikan. Hahahhaa. Narasi adalah teknis pelaksanaan metode pendidikan ala CM. Namun, sebelum membahas teknisnya bagaimana,hal yang sangat p

Workshop Habit of Obedience dan The Way of Will oleh Ellen Kristi bagian 1

Image
Workshop ini sudah lama berlalu (bulan Nop 2019). Pas buka-buka file di laptop eh ketemu sama narasi di file word. kubaca lagi ya kok sayang narasi ini cuman dipendam dalam file yang sulit diakses. Nah, kumasukin blog aja. Sekaligus membangunkan blog yang sudah lama tertidur. Hahaha Mengapa orangtua marah terhadap anak? Rata-rata orangtua punya keyakinan yang sama bahwa marah-marah sama anak itu tidak baik. Apalagi diikuti dengan tindakan-tindakan yang bisa menyakiti anak seperti memaki, menyubit, memukul, membanting sesuatu dst. Tapi keyakinan tersebut sulit untuk dilakukan. "Ohhh rasanya gak mungkin lah aku gak marah sama anakku yg sekali dibilangin gak nurut. Tunggu melotot dulu mataku baru dia ngerti. Tunggu kuambil dulu sapu baru dia mandi. Tunggu kuancam dulu gak dikasi jajan baru dia mau membereskan mainannya." Ini kan yang sering terjadi? Bisakah anak menurut tanpa dicereweti? Bisakah mereka patuh tanpa ancaman atau tanpa iming-iming hadiah? Alih-alih lan