Bersikap Bodo Amat

Suamiku sudah siap pergi ke kantor. Hari ini libur sebetulnya tapi dia punya jadwal mengajar. Dia memilih kaos olahraga berbahan polyester berpadu dengan celana jeans. Kupikir kaos itu hanya akan dipakai di rumah atau bepergian, bukan untuk acara formal apalagi ke kantor. Jadi  aku tidak menyetrikanya, kulipat saja dan kutaruh di tumpukan baju-bajunya.

"Loh, pake kaos ini. Tapi ini gak disetrika loo."

"Gak apa-apa, paling juga orang bilang. Ishhh, bajunya keriting. Cemana ini istrinya." 

"Ya udahlah. Aku udah bangun tembok kok di mukaku jadi bodo amat. Hidup ini makin tenang loh kalau bisa cuek. Hahahaha"

Suamiku menimpali lagi, "Ngapain sibuk mikirin apa kata orang. Inilah yang membuat hidup banyak orang berhuru-hara. Terlalu sibuk mengurusi apa kata orang."

Pembicaraan kami di suatu pagi yang semakin menguatkanku untuk tidak usah menyetrika pakaian kecuali pakaian kerja suami. :P

Memang belakangan aku merasa hidupku semakin mudah dengan tidak terlalu memusingkan pemikiran orang terhadapku. Meski belum total. Ya memang tidak bisa total menjadi cuek, justru kalau cuek betul akan bahaya karena bagaimanapun kita hidup berdampingan dengan orang lain. Hanya dengan peka terhadap kondisi sekitarlah kita bisa hidup harmonis dengan orang lain. 

Namun tingkat kepekaan itu harus ditimbang betul jangan sampai hidup kita didikte oleh apa pendapat orang. 

"Apa kata orang kalau aku tidak memakai perhiasan"

"Apa kata orang kalau bajuku ini-ini aja"

"Apa kata orang kalau rumahku berantakan"

Betapa melelahkan jika kita hanya sibuk mengurusi apa kata orang. 

Tuhan sebenarnya sudah memberikan otoritas kepada kita untuk mengatur hidup ini. Ibaratnya seperti seorang penenun, kita bebas memilih benang yang hendak kita pakai, kita mau membuat motif seperti apa. Ketika kita tidak menyukai hasil tenunan kita, selagi masih bernafas kita boleh kok membuat pola baru, menenun lagi. 

Tentu kita tidak ingin bolak-balik tidak puas dengan hasil tenunan kita. Jika hidup ini terus menerus berisi kekecewaan tentu akan melelahkan. Untuk menghindarinya maka ketika menenun harus dalam kondisi sadar. Kita menggunakan pikiran kita memikirkan apa yang hendak kita tenun. Bertanya apa selera kita, bukan mengerjakan apa selera orang lain yang saat itu sedang tren. 

Dalam masyarakat memang selalu ada selera umum yang seolah-olah menjadi ketetapan. Contohnya, di dalam pesta-pesta Batak sangat lazim wanita-wanita mengenakan kebaya, rambut disanggul dan mengenakan perhiasan lengkap terutama pihak yang mengadakan pesta. Jika hadir dengan busana polos akan mengundang cibiran. Tapi rasanya ini tidak terjadi di lingkungan Batak saja. Sebut saja Meghan Markle  yang berani menikah tanpa polesan make up sedikit pun. Ini mengundang cibiran tapi ada juga yang memuji. 

Apa yang terlihat oleh mata memang rentan menuai komentar entah itu positif atau negatif. Jika kebahagiaan diletakan pada komentar-komentar ini tentu akan fokus memoles apa yang terlihat oleh mata. Padahal apapun itu yang namanya benda-benda dan penampilan fisik hanya bersifat sementara dan terus berubah. Hari ini tren rambut begini, besok ganti. Hari ini model kebaya yang ngetren begini, tahun depan ganti lagi. Selera manusia terus berubah. Selera inilah yang terus dimain-mainkan oleh industri. Setiap tahun para desiner merilis tren busana terbaru, tren rumah, tren mobil dan seterusnya. Bahkan makanan juga ada trennya juga sekolah. 

Menenun hidup dengan tren yang terus berubah akan terasa sangat melelahkan dan tidak akan pernah puas karena yang kita beri otoritas untuk menilai karya kita sendiri adalah orang lain. 

Seseorang yang memiliki nilai diri tidak akan mudah dipengaruhi tren. Walau tidak mudah juga untuk membentuk nilai diri yang otentik. Nilai diri yang kokoh mesti dibangun dari dalam secara perlahan-lahan. Hal sederhana yang bisa dilakukan menurutku adalah selalu memberi jarak pada hal-hal yang sedang tren. Selalu tanyakan apakah aku benar-benar menginginkan ini? Jika jawabannya tidak maka beranilah mengambil langkah berbeda dari kebanyakan. Mungkin akan ada komentar yang awalnya bikin sakit kuping tapi semakin dilatih kita semakin bisa bersikap bodo amat. 



Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason