Stay At Home Mom (SAHM) or Working Mom (WM) Part I

http://free-stock-illustration.com
Galau!!! Inilah yang dirasakan oleh sebagian besar ibu yang baru saja melahirkan. Setelah menikmati kebersamaan dengan si kecil kurang lebih 3 bulan selama maternity leave, rasanya berat untuk kembali bekerja dan meninggalkan si kecil di rumah dengan pengasuh.
Rasa bersalah dan was-was apakah si pengasuh melakukan tugasnya dengan baik. Wajarlah muncul keinginan untuk resign dan stay di rumah. Pasti seru dapat menyaksikan dan mendampingi perkembangan si kecil dari hari ke hari. !!!. Eh, tunggu dulu. Seru?? Apa iya, stay at home mom itu seru? Mari kita bahas satu persatu apa yang dikerjakan oleh ibu rumah tangga. Anggaplah si newbie SAHM ini masih punya anak satu dan tidak punya asisten rumah tangga. Bangun pagi-pagi benar untuk menyiapkan sarapan, kalau tinggalnya di kota kecil sih bisa bangun agak siang karena waktu tempuh rumah ke kantor hanya sekitar setengah jam tapi kalau di kota besar seperti Jakarta harus bangun subuh-subuh agar sang suami tidak telat ke kantor. Setelah suami ke kantor, tumpukan piring dan pakainan menanti untuk dicuci, belum lagi bersih-bersih rumah, memasak, menyetrika dan banyak lagi pekerjaan housekeeping lainnya yang sepertinya tidak habis-habis. Dan jangan lupa, urusan si kecil juga tidak kalah banyak dan tak kunjung selesai. Oke, mungkin bagi yang dilimpahi banyak rezeki bisa bayar asisten rumah tangga untuk mengerjakan housekeeping dan si SAHM hanya fokus untuk merawat anak. Tapi bagi yang berpenghasilan pas-pasan seperti keluarga saya :), Ibu Rumah Tangga berarti mengurus anak dan semua pekerjaan rumah. Memang seru bisa mendampingi si kecil selama 24 jam. Bisa menyaksikan setiap perkembangannya dan momen-momen berharga seperti pertama kali tengkurap, merangkap, kata pertama dan sebagainya tidak akan terlewat. Tapi diantara momen indah tersebut ada masa si kecil rewel, lasak (bahasa Medannya aktif), sakit, sulit makan dan lain sebagainya yang juga harus disaksikan dan diperjuangkan oleh si ibu. 

 






































































































What people think about being a SAHM  (picture from google)


























What actually a SAHM doing (picture from google)
Saya sudah membayangkan kerepotan tersebut sebelum memutuskan untuk resign dan menjadi SAHM. Ternyata menjalaninya jauh lebih berat dari apa yang pernah saya bayangkan. No Salary, No Leave, No Lunch Break, No THR but 24 hrs on duty. Lalu, apakah saya menyesal? Hingga saat ini belum pernah terbersit rasa menyesal dalam diri saya. Apakah saya lelah? Ya, pasti!!!. Tapi saya bersyukur boleh menjalankan peran ini dan semakin mantap untuk menjalaninya ke depan. Di balik kelelahan yang saya rasakan ada rasa bahagia karena anak saya, yang bersama-sama dengan saya 24 jam ketika dalam kandungan akan bersama saya juga setelah lahir dan tumbuh. Saya memang bukan ibu yang sempurna. Tapi saya mau belajar untuk memberikan yang terbaik bagi anak saya. Saya percaya bahwa dengan pengasuhan yang benar seorang anak akan tumbuh menjadi pribadi yang akan memberikan terang bagi sekitarnya. Saya sangat setuju dengan gagasan Ayah Edy, Indonesia Strong from Home. Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat jika keluarga-keluarganya kuat. Inilah yang menjadi kerinduan kami, anak-anak kami kelak bisa membawa perubahan di bangsa ini. Tuhanlah yang menolong kami. Amin.

Lalu, apakah untuk mewujudkan keluarga yang kuat semua ibu harus menjadi SAHM? It's my next writing project..hehehe





Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason