Janji

Di depan rumah ada sedikit tumpukan pecahan batu bata dan keramik hasil bersih-bersih halaman tempo hari. Mau diangkut sendiri, berat. Jadi aku minta tolong tukang sampah komplek untuk mengangkutnya. Aku tanya biayanya berapa, katanya terserah saja. Beliau tugasnya mengangkut sampah domestik jadi kalau ada sampah di luar itu musti ada bayaran tambahan. Gak bisa cuman makasi!


Nah, ini sudah sejak dua minggu lalu aku mengajukan permintaan itu. Tapi sampai detik ini belum juga diangkut. Beberapa kali aku ingatkan lagi beliau. Jawabannya selalu iya, iya dan iya. Hingga akhirnya aku bosan dan mendiamkannya. "Ahhh, mungkin dia gak mau ngangkutnya." pikirku.

Tadi aku duduk-duduk di depan sambil momong Abe. Ito tukang sampah itupun lewat melaju lambat disertai suara motor tuanya yang berat. Dia melirik ke rumah sambil teriak-teriak tapi tak bisa kutanggap apa yang dibilangnya karena suaranya habis ditelan erangan mesin motornya. Aku pun membalas dengan anggukan yang penuh tanya. Mungkin dia bilang, "Nanti kuambil ya, ito. Hmm, lelah sudah hati ini dengan janjji-janjimu, ito. Apa sih! :P

Kalau direnung-renungkan, ternyata ada banyak janji-janji yang juga terucap dari mulutku. Yang paling banyak pastinya ke suami dan anak-anak. Janji biasa-biasa sih, seperti janji mau masakin ini, ngerjain itu, ingin begini, ingin begitu, ingin ini, ingin itu, banyak sekali. Loh, jadi nyanyi doraemon. Hihihihi.

Banyak berjanji pasti banyak juga yang diingkari. Sangkin mudahnya aku ngucapin janji-janji ke mereka, banyakan aku lupa bahwa aku pernah mengucapkannya. Ehh tapi gak semua lupa, ada beberapa yang kuingat dan belum kukerjakan. Ya, tetap hal-hal remeh sih. Misalnya, aku janji sama bapak etha kalau aku aja yang nutup lubang di tembok dapur tempat keluar masuk kecoa. Tapi sampai sekarang belum juga kukerjakan, terus pernah juga aku janji mau ngecat botol-botol bekas minuman untuk dijadikan pot, ehhh seolespun belum ada kucat. Alasanku sih, klise. Gak sempat.

Ingkar terhadap janji-janji yang begini sih gak berdampak parah secara langsung ya. Tapi lama-lama bahaya juga sih ya. Apalagi suka janji sama anak tapi gak ditepati. Iya kalau anaknya memang lupa sama janji itu. Kalau ingat? Lama-lama dia jadi gak percaya sama orang tuanya.

Janji atau apapun itu yang terucap dari mulut kita seharusnya sejalan dengan apa yang kita lakukan. Kalau gak mampu melakukan ya jangan diucapkan. Seharusnya begitu sih ya. Tapiiiiiiiiiiiiiiiiii....?? Hihihi, syusahhhh menahan mulut ini biar gak bocor.

Btw, ngomingin janji. Jadi teringat juga orang-orang yang suka berjanji.

Hayo siapa?

Banyak.

Siapa?

Itu. Lihat aja fotonya banyak terpampang di kiri kanan jalan. Ada yang baju merah, baju putih, pake peci, pake selendang. Lagi senyum tipis, senyum pepsodent, muka serius, jaim, macam-macamlah. Mereka-mereka yang minta dicoblos biar bisa duduk jadi pejabat. Janjinya sih itu-itu aja, ya masalahnya juga itu2 aja. Tapi kenapa tak beres-beres. Ya mungkin kek aku juga. Tak sejalan apa yang diucapkan dengan yang dilakukan. Tapi, mudah-mudahanlah ya kali ini ada yang betul-betul walk the talk, talk the walk. Dang holan hata, kalau kata orang kami.

Wuihhh, jadi ngomongin politik pulakkk ya kan. Hehehe

Janji itu adalah utang. Utang itu adalah janji. Lohh, jadi ngomongin utang.Utang inilah yang paling gak enak diomongin ya kan. Diingatkan salah, didiamkan nyesek. Hahahaha

Begitulah ngalor ngidul sore ini. Yang pasti aku masih menunggu tukang sampah ngangkut tumpukan batu2 itu. Juga menunggu kabar dari para pejanji lainnya. Apasih!!



Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason