Menikmati Danau Toba dari Tuktuk Samosir

Danau Toba itu luas. Kurang lebih 5 kali luas kota Medan lah. Yang punya juga 7 kabupaten, yaitu; Karo, Toba Samosir, Samosir, Humbahas, Tapanuli Utara, Dairi dan Simalungun. Jadi menikmati danau Toba bisa dari banyak tempat. Sudah banyak objek-objek wisata yang dikembangkan di masing-masing kabupaten ini. Tinggal pilih sesuai selera dan kemampuan saja.



Tabo Cottage

Aku paling sering ke Parapat dan Tuktuk saja. Oh iya, waktu SMA pernah kemping di Haranggaol. Menginap satu malam dalam tenda persis di pinggir danau Toba bersama teman-teman satu kelas dalam rangka perpisahan. Ingat ini, jadi kepingin lagi kemping-kemping begini. Nanti lah kalau anak-anak sudah besar, kemping sama mereka aja. Hehehe.

Ke Tuktuk pertama kali itu waktu SMA juga. Tempatku belajar Bahasa Inggris ada program field trip gitu untuk praktik conversation dengan native. Jadi ke Tuktuk buat ngobrol sama bule-bule. Seingatku, kala itu sulit sekali mencari bule. Apa bule-bulenya waktu itu banyak yang stay di hotel ya. Entahlah.

Tabo Cottage

Bagi yang gak punya kenderaan pribadi, ada banyak pilihan transportasi umum ke sana. Aku nyari-nyari travel yang bisa jemput ke rumah dan langsung ke Parapat. Tapi ternyata gak ada. Rata-rata yang langsung ke Parapat itu dari bandara Kualanamu. Bisa dari Medan tapi minimal 7 penumpang, padahal kami hitungannya kan cuma 3 orang. Walaupun bakalan ribet, terpaksa kami naik Paradep, turun di Simpang Dua, Siantar, lalu lanjut ke Parapat. Dari Parapat, tepatnya pelabuhan Tiga Raja, naik kapal ke Tuktuk.

Pilihan penginapan jatuh kepada Tabo Cottage. Sebelumnya kami pernah mampir kesini sore-sore buat minum kopi tapi nginapnya di homestay yang gak jauh dari Tabo. Tabo punya kolam berenang jadi anak-anak bisa berenang. Walau di depannya terbentang danau yang luas tapi gak aman kalau anak-anak berenang di danau. Apalagi mamak bapaknya gak pandai berenang, bisa gawat. Hihi.

View dari Tabo Cottage


Rata-rata penginapan di Tuktuk berada persisi di pinggir danau ya. Jadi gak perlu jalan jauh-jauh. Pelayan hotel juga langsung stand by setiap kali ada kapal datang menurunkan penumpang. Kami langsung disambut ramah sama pelayan dan resepsionisnya dan yang tak terlupakan, welcome drink-nya jus martabe kental yang rasanya dingin, asam, manis tapi menyegarkan.

Secara keseluruhan kami gak menyesal nginap di Tabo. Pelayannya ramah-ramah dan sigap, sarapannya enak-enak. Selalu tersedia baik potongan maupun jus buah-buahan segar. Tenang, gak berisik, gak ada tv juga loh. Rindang dan bersih. Hanya kekurangannya, tempat tidur di kamar kami udah gak nyaman dipakai, terus kamar mandinya ngeluar bau tak sedap walaupun udah disiram bersih.

Awalnya kami berencana nginap di Tuktuk cuma dua malam, tapi bapak Etha minta nambah. Belum puas katanya. Iya sih, kalau udah melihat danau Toba yang tenang gak pengen beranjak dari sana. Hahaha.

Banyakan kami menghabiskan waktu di hotel. Makan, tidur, leyeh-leyeh di pinggir danau, berenang, foto-foto. Oh iya, wifi di hotel lumayan kencang. Kami keluar ya cuma ke Tomok sebentar melihat proyek CSR dari kantor bapak Etha, lihat patung Sigale-gale, beli hiasan dinding sama baju Etha yang ada tulisan danau tobanya. Hahaha.

Kami juga nyobain makan siang di Restoran Sekapur Sirih. Gak jauh sih dari Tabo tapi jalannya mendaki jadi lumayan lelah juga. Belum lagi naik tangga ke restonya. Tapi terbayarkan ,melihat tempatnya yang keren. Tanaman dimana-mana. Kami datang pas sekitar jam sebelas siang. Pelayan (entah juga sekaligus pemiliknya) lagi masak. Dia juga yang datang mencatat pesanan kami. Kami pesan nila bakar, daun ubi tumbuk sama jus martabe. Lumayan lama nunggu makanannya. Jadi kesini itu jangan pas perut lapar, bisa ngamuk duluan. Hahaha. Wajar sih lama karena semuanya diolah dari awal. Daun ubinya aja dipetik dari depan resto itu setelah kami pesan, ditumbuk manual (kedengaran suara numbuk-numbuk). Rasanya jangan ditanyalah, mantappp! Resto ini dipagari tananam markisa yang udah berbuah, ada terong belanda juga. Jangan-jangan jus martabe yang kami nikmati itu buahnya dari situ. Jus martabenya mantap, kental, asam, manis, walau kuminta gak pake gula. 
Main Solu di Restoran Sekapur Sirih
Ada kejadian yang lucu dan menyedihkan di hari yang sama. Kejadian lucunya begini, pas hari itu ada pesta pernikahan di desa itu. Aku taunya karena melihat beberapa ibu-ibu yang sanggulan pagi-pagi termasuk eda yang punya hotel. Oh iya, eda ini asli Jerman yang menikah dengan orang Batak marga Silalahi. Makanya aku panggil eda. Eda ini diberi boru Sialagan. Dengan tubuh yang tinggi, putih, langsing pakai kebaya warna kuning cerah. Cantik lah pokoknya. Menjelang siang, kami main di taman hotel. Ada beberapa yang turun dari kapal berpakaian kebaya juga, sepertinya mau ke pesta yang sama. Nah, ada lagi yang datang serombongan gitu pakai batik yang sama. Dari wajahnya jelas mereka bukan batak. Aku berpikir, wahh hebat juga yang pesta itu ya, tamunya banyak. Ada juga orang tionghoa. Kami yang lagi main ayunan, disapa dengan ramah. kaipun bertegur sapa sebentar, ternyata bahasa Indonesianya gak lancar. Setelah mereka masuk ke restoran, bapak Etha langsung bilang gini.

"Tadi kusalam lo dia."

"Emangnya dia siapa."

"Ha, masak kau gak kenal sama Doktor Stephen Tong."

"Itu tadi Stephen Tong? Kok gak bilang, kan bisa foto tadi. Kapan lagi coba bisa foto sama beliau."

Ya ampun. Begitulah leletnya aku. Sebenarnya pas lihat mereka aku merasa kenal sama opah-opah ini tapi pikiranku ga sampai ke Stephen Tong. Ternyata mereka menginap di Parapat, mungkin ada seminar/pelatihan begitu, terus datang ke Tabo khusus untuk ngopi-ngopi.

Kejadian menyedihkan di hari yang sama ini. Jadi sepulang makan malam dari Bagus Bay Restoran kami melihat banyak orang kampung setempat berkerumun. kami tanya sana sini ternyata sore itu baru saja ada kejadian pemerkosaaan terhadap anak-anak yang dilakukan oleh opung-opung. Huh, lemas aku kalau dengar berita begini. Jadi saat itu polisi lagi datang untuk menjemput pelaku. Persis di dekat Tabo.

Dibandingkan pertama kali aku datang 15 belas tahun yang lalu, Tuktuk sekarang lebih ramai. Ada banyak hotel-hotel baru dan juga rumah-rumah penduduk. Tuktuk dan juga sekitar danau Toba yang lain gak terlalu dingin lagi. Memang masih nyaman gak pakai AC tapi gak juga sampai mengigil di malam hari seperti dulu.

OTW di Atas Kapal
Walaupun begitu, keindahan danau Toba tetap layak untuk dirindukan. Selama kami disana banyak turis bule mulai dari yang muda sampai yang udah susah jalan. Apalagi di Tabo ya rata-rata tamunya bule. Pemerintah sekarang juga lagi giat-giatnya memperbaiki infrastruktur biar sektor pariwisata dana Toba ini semakin berkembang. Yang pasti wisata danau Toba itu bisa berkembang kalau orang lokalnya mendukung. Bersih, melestarikan hutan, ramah, gak suka nipu turis, melestarikan budaya Batak dsb. Tapi dari segi pemerintah sangat disayangkan sih hingga kini industri keramba masih aja jalan. Padahal itu salah satu penyebab pencemaran di danau Toba.

Suatu saat, jika umur masih ada dan rejeki cukup kami akan kembali, ke sisi lain danau Toba. :)



Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason