Seberapa Penting Bakat?


Masa kanak-kanak dianggap sebagai kesempatan untuk melihat bakat anak dan jika sudah terlihat menonjol maka orangtua segera bergegas mengikutkan anak les ini itu. Atau jika belum terlihat, orangtua mencari-cari cara untuk mendongkrak minat dan bakat anak.

Bakat dianggap sebagai pengantar anak menuju sukses. Anak yang sejak kecil sudah menonjol bakatnya dituntut untuk terus menekuni bidang tersebut. Misalnya, jika sejak kecil terlihat bakat bernyanyi maka sering kali orangtua menaruh harapan besar agar kelak anak ini menjadi penyanyi.

Mozart adalah salah satu contoh anak yang sejak kecil sudah menunjukan bakat yang menonjol di bidang musik. Dia bisa langsung mengenali nada apapun yang dimainkan oleh alat musik apapun, padahal pada zaman itu tidak seorangpun yang memiliki keahlian seperti itu. Nama Mozart pun dikenang sebagai seorang komposer besar sepanjang sejarah.

Tidak banyak anak seperti Mozart yang sejak kecil langsung menunjukkan bakat luar biasa di satu bidang. Ada anak yang terlihat biasa-biasa saja, tidak terlihat dia meminati sesuatu yang spesifik. Apakah anak seperti ini berpeluang untuk sukses di masa depan? Tentu saja dan ada banyak orang-orang besar yang kita kenal saat ini adalah orang-orang biasa di masa kecilnya.

Ada juga anak yang waktu kecil menunjukkan bakat di bidang tertentu malah memilih untuk berkarier di bidang lain meskipun bakatnya tetap dia tekuni namun bukan sebagai karier utama.

Artinya apa pun yang ditunjukkan anak di usianya yang masih belia, entah dia biasa saja atau terlihat berbakat bukanlah penentu bagaimana dia kelak setelah dewasa. Jalan hidup manusia itu penuh lika-liku dan tak seorang pun yang bisa menebak ujungnya. Apalagi jika hanya berpedoman pada bakat anak di masa kecil.

Charlotte Mason menganggap bahwa setiap anak membawa potensi di dalam dirinya. Tak seorang pun lahir ke dunia ini tanpa membawa potensi. Hal ini musti diyakini orangtua. Setelah yakin bahwa tiap anak memiliki potensi, selanjutnya peran orangtua memekarkan potensi tersebut dan potensi itu mekar hanya jika anak memiliki kemampuan untuk fokus (habit of attention).  

Maksudnya begini. Semua anak sudah punya bahan mentah di dalam dirinya. Itu bukan urusan kita. Yang menjadi urusan kita adalah bagaimana supaya bahan mentah ini terolah maksimal. Di sinilah perlu habit of attention.

Habit of attention adalah kebiasaan yang bisa dilatih oleh siapapun. Barang siapa  memiliki kebiasaan ini, dia akan bisa menggarap pekerjaan serumit apapun entah dia berbakat di bidang itu atau tidak.

Tadi pagi aku baru saja membaca artikel menarik yang sangat relate dengan topik ini. Ditulis oleh AS. Laksana. Di situ dituliskan kisah Stephen Duneier yang mampu mewujudkan banyak ambisi seperti belajar bahasa asing, membaca sejumlah buku dalam setahun, balap mobil, menerbangkan helikopter juga merajut. Lewat merajut ini namanya tercatat di dalam Guiness Book. Duneier tidak mempersoalkan apa bakatnya, dia fokus melakukan apa yang hendak dia capai dan terjadilah demikian. Kunci utama dalam meraih apapun yang kita inginkan dalam hidup ini adalah habit of attention.


Tulisan ini adalah narasi materi pelatihan Habit of Attention oleh Ellen Kristi hari-1, jadi tentu saja tulisan ini masih akan bersambung.

 

Comments

Popular posts from this blog

Belajar Akademis ala Charlotte Mason